Revivalisme berasal dari kata revival yang artinya kebangkitan kembali, kebangunan baru. Bangkit kembali dalam konteks keagamaan, sosial, maupun budaya. Adapun kata revivalis adalah orang atau kelompok yang melakukan.
Secara sederhana, revivalisme merujuk pada periode atau gerakan kebangunan rohani dalam suatu komunitas agama, dimana terjadi peningkatan signifikan dalam minat, komitmen dan pengalaman religius di antara anggotanya. Hal ini ditandai dengan konversi masal, pembaharuan moral dan etik, serta munculnya semangat baru untuk pelayanan dan misi.
Runtuhnya Bani Abbasiyah di Baghdad pada tahun 1258, setelah bercokol selama 500 tahun akibat dari serangan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan, merupakan peristiwa yang penting untuk kebangkitan umat Islam. Revivalisme dalam Islam berarti bangkit kembali, atau usaha menghidupkan kembali spirit keislaman dari kejatuhan atau kemunduran dengan mengajarkan kembali sesuai yang asli, yang dianggap telah berubah.
Untuk menunjukkan bahwa revivalisme, dapat dijadikan pembanding, bahwa revivalisme lebih dominan untuk komunitas keagamaan. Pada abad ke-18 ada tiga peristiwa yang patut dicatat.
Pertama, Kebangunan Besar (The Great Awakening) di Amerika Utara, yaitu serangkaian kebangunan rohani Protestan yang memiliki dampak besar pada pembentukan identitas Amerika dan mendorong semangat individualisme religius.
Kedua, Gerakan Metodis di Inggris, yang dipimpin oleh John Wesley. Gerakan ini menekankan pengalaman pribadi akan kasih karunia Tuhan dan mendorong pelayanan sosial yang aktif.
Ketiga, Gerakan Wahabi dalam Islam, didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792). Sebuah gerakan reformasi di Jazirah Arab yang menyerukan pemurnian ajaran Islam dari inovasi-inovasi yang dianggap bid’ah.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam tak luput dari atmosfir revivalisme. KHA Dahlan, sebagai pendiri Muhammadiyah, lebih memilih jalur dari Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha dibanding dengan model Muhammad bin Abdul Wahab yang puritan. Gerakan wahabi yang eksklusif, menerapkan ajaran sesuai teks (tanpa kaidah Bahasa, ulumul qur’an, ulumul hadits), sering melontarkan tuduhan tahayul, bid’ah, adalah pemikiran yang sempit.
Ada yang menyebut bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi yang menggerakkan “revivalis liberal”. Artinya berbeda dengan komunitas lain yang juga sama-sama penyandang revivalisme Islam. Daliar Noer menamakan Muhammadiyah sebagai “Islam modern”.
Muhammadiyah, meskipun sering ditautkan dengan gerakan pembaharua Islam sebelumnya, termasuk dengan Muhammad Abduh, secara khusus memiliki karakteristik yang berbeda. Muhammadiyah lebih maju, karena gerakan Islam ini memelopori lahirnya institusi sosial modern. Selain lembaga pendidikan, Panti Asihan Yatim (PAY), mendirikan organisasi Islam perempuan Aisyiyah yang tidak ada di belahan dunia Islam manapun kala itu.
Saat ini ada 31 badan pembantu sesui dengan keputusan muktamar ke-48, dengan rincian 13 majelis, 15 lembaga dan 3 biro, untuk membantu Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya. Meskipun redaksi selalu berubah, Muhammadiyah tetap berkomitmen untuk selalu menjunjung tinggi Agama Islam.
Bahan bacaan :
Gerakan Islam Berkemajuan karya Prof. Haedar Nashir
Sejarah Islam: Daulah Umawiyyah dan Abbasiyah