Percikan perpecahan dalam tubuh Islam dapat ditengarahi dari pengangkatan Usman bin Affan sebagai khalifah menggantikan Umar bin Khattab. Intrik demi intrik mewarnai perjalanan pemerintahan Usman. Kelompok yang cukup intens mengkritik adalah pengikut Ali bin Abi Thalib.
Anak buah Ali cukup punya alasan mengapa mereka begitu getol untuk mendudukkan Ali sebagai pengganti nabi Muhammad, bukan Abu Bakar. Menurut silsilah Quraisy, Ali memiliki jalur dari bani Hasyim. Yang membuat cukup validitas adalah menantu Rasulullah. Itulah sebabnya peristiwa karbala menyisakan luka yang cukup dalam hingga kini.
Marwan bin Abu Sufyan, juga mengklaim sebagai keturunan resmi garis Quraisy dari jalur Abdu Syam. Padahal apabila dari pihak yang bertikai mau mempelajari bagaimana Rasulullah memberi contoh berdemokrasi, yaitu tatkala menyatukan empat suku yang rebutan ingin meletakkan batu hitam (hajar aswad), mestinya tidak akan terjadi saling membinasakan.
Sejarah telah menorehkan peristiwa tanpa memihak. Sejarah tetaplah dokumen untuk dibaca. Adapun akan menjadi sebuah pemelajaran, evaluasi, ataukah berserakan seadanya, tetap kembali kepada manusia untuk memanfaatkannya. Mereka yang terus mengagungkan dan menjunjung tinggi kelompoknya, memiliki alasan tersendiri. Namun ingat, ada kelompok lain yang berseberangan jalan. Fraksi lain juga akan menempuh jalan yang sama. Sehingga satu dengan lainnya akan secara terus menerus mendewakannya.
Syafi’i Ma’arif, melihat ini dengan hati yang gundah. Islam telah terkotak-kotak sesuai dengan keyakinan masing-masing. Padahal al Qur’an sebagai Rahmatan lil’alamin. Topeng agama sering dipakai semata-mata untuk menyamarkan rencana jahatnya, demi kekuasaan duniawi yang disembunyikan. Dengan kedok agama, tindakan perampokan, penjarahan, pembunuhan, penculikan, dan pemerkosaan seperti mendapat pembenaran secara teologis.
Lebih jauh, beliau mengatakan: tanpa ada kesediaan umat Islam untuk keluar dari kotak-kotak Arab yang telah menguasai pemikiran Muslim sejagat selama berabad-abad, apa yang sering dikatakan sebagai kebangkitan Islam hanya akan berujung dengan sebuah ilusi sejarah yang meninabobokan. Oleh karena itu, erlu dibangun sebuah Islam yang relative bebas dari beben sejarah yang sangat melelahkan.
Islam yang berjubah suniisme, syi’isme, mu’tazilah, jabariyah, dan Khawarij adalah ciptaan sejarah sebagai buah dari sengketa politik kekuasaan di kalangan elite Arab Muslim pada masa awal dengan mengingkari al Qur’an dan pesan kenabian. Pihak-pihak yang bermusuhan selalu saja mengutip teks-teks suci, tetapi yang berlaku di lapangan adalah pengkhianatan terhadap teks itu.
Bahan bacaan: Percik-percik Pemikiran Buya Syafi’i