Inovasi atau Mati

Hampir tiap tahun kita mendengar berita ada sekolah yang ditutup atau dimerger dikarenakan tidak mendapatkan murid. Kalaupun ada murid sangat minimalis untuk mengatakan tidak memenuhi standar pengelolaan yang ideal. Terutama ini terjadi di jenjang sekolah dasar negeri. Meskipun sekolah swasta pun juga ada untuk jenjang sekolah menengah. Begitu pula sekolah Muhammadiyah. Ada beberapa sekolah Muhammadiyah yang tutup dan kini sudah “beralih fungsi” menjadi sekolah dengan brand dan tampilan baru. Atau menjadi sekolah baru.

Kasus sekolah tutup atau merger salah satunya dikarenakan kegagalan sekolah atau lembaga dalam membaca tanda-tanda zaman. Kegagalan dalam beradaptasi dan berinovasi. Kata Steve Jobs, “inovasi atau mati”. Meskipun kata-kata ini awalnya adalah dalam pengembangan dunia bisnis dan managemen kepemimpinan, akan tetapi tetap relevan dengan dunia pendidikan saat ini. Artinya jika sebuah lembaga atau sekolah tidak mampu melakukan inovasi dan kreativitas dalam layanan pendidikan, maka lembaga atau sekolah tersebut tidak akan diminati masyarakat, sehingga perlahan namun pasti akan mengalami kematian. Oleh karena itu, bagi sekolah Muhammadiyah, hal itu tidak boleh terjadi. Pengelola sekolah Muhammadiyah harus berpikir antisipatif dan adaptif dengan perubahan yang terjadi.

Sebuah Kepastian

Perubahan adalah sebuah kepastian. Kegagalan berinovasi berarti terjadi kemandegan dalam berpikir dan bertindak. Terjadi stagnasi dan fixed mindset. Yang berkembang adalah pola pikir tetap bukan pola pikir bertumbuh. Terjebak dalam zona nyaman dan ini akan dilampaui oleh kompetitor kita. Oleh karena itu ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pengelola sekolah Muhammadiyah khususnya dan pendidikan non-Muhammadiyah pada umumnya.

Pertama, melakukan rebranding terhadap sekolah atau lembaga kita. Secara umum, branding sekolah bertujuan untuk membangun citra dan reputasi yang positif di mata masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap sekolah sangat mempengaruhi eksistensi sekolah kita. Manakala persepsinya bagus maka sekolah kita akan diminati oleh masyarakat. Salah satu ikhtiar untuk mempengaruhi persepsi masyarakat adalah dengan membuat brand baru terhadap lembaga atau sekolah kita. Tentu saja brand tersebut yang marketable dan mempunyai daya tarik serta kekinian. Artinya, brand baru itu memberikan persepsi kepada masyarakat bahwa sekolah atau lembaga kita layak untuk diminati dan dipilih. Apakah itu dengan logo baru, tagline baru, image building yang baru serta masih banyak hal yang bisa dilakukan dalam rebranding ini.

Kedua, memberikan bukti nyata atau produk riil terhadap masyarakat. Bahwa sekolah atau lembaga kita mampu menghasilkan output yang berkualitas dan bermutu. Lulusan dari sekolah kita memiliki keungulan dan daya saing tinggi. Baik keunggulan kompetitif maupun komparatif. Ketika dikompetisikan dan dikomparasikan dengan sekolah lain, siswa kita tetap unggul. Bukti nyata atau produk riil salah satunya adalah dilihat dari prestasi (akademis dan non-akademis) yang diraih oleh sekolah.

Ketiga, penguatan pelayanan prima atau service excellent. Pendidikan bergerak di bidang jasa. Jasa sangat terkait dengan pelayanan maka lembaga atau sekolah yang ingin eksis harus menjadikan pelayanan prima menjadi prioritas utama. Apakah itu pelayanan prima untuk eksternal maupun internal. Banyak lembaga yang mengalami kemunduran disebabkan lemahnya dalam pemberian pelayanan ini.

Keempat, memiliki ciri khas yang berbeda dengan sekolah lain. Ciri khas ini akan menjadi diferensiasi atau daya beda dengan kompetitor. Dengan inovasi yang kuat maka akan muncul diferensiasi di mata konsumen atau masyarakat. Diferensiasi itu pula yang akan membedakan brand sekolah kita dengan sekolah lain. Apalagi sekolah Muhammadiyah yang notabenenya sudah memiliki ciri khas tersendiri yakni pendidikan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Sekolah Muhammadiyah yang dirintis oleh Kiai Ahmad Dahlan adalah memiliki spirit/simbol unggul dan berkemajuan.

Kiai Dahlan tidak hanya hanya mengajarkan Islam, tetapi juga memberi contoh nyata dalam spirit Al-Ma’un: mendorong siswa untuk peka terhadap kemiskinan dan ketidakadilan. Siswa dilatih untuk “melihat, bergerak, dan memberi solusi.” Selain itu beliau juga melakuan inovasi dan kewirausahaan. Beliau berani mendirikan sekolah di tengah tradisi pesantren yang dominan, menunjukkan semangat berinovasi. Sekolah harus menanamkan jiwa kewirausahaan sosial. Semoga dengan spirit unggul dan berkemajuan serta inovasi ini menjadikan sekolah muhamamdiyah tetap eksis dan selalu memberi kebermanfaatan untuk umat serta bangsa.

Sumber tulisan: https://muhammadiyahsolo.com/20251124/inovasi-atau-mati-13227

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top